Wednesday, April 15, 2020

Mari Masuukkk!


Haluuuwww...

Salam kenal semuaaa!

Ini keluarga kami...Ayah Djainul, Mama Kirana, Mas Darris, dan Adik Fidellynne.

Mas M. Darris Maulana Abidin lahir tanggal 12 Desember 2004, adik Fidellynne Khaleesha Abidin lahir tanggal 30 September 2006.

Met blog-walking yah!

Tuesday, May 5, 2015

Blogger: How to Change Blogpost Line Height

I was googling for this yesterday, and despite of finding some blogs and help tutorials, they aren't very update with the current Blogger customization steps.

Most advices is to:
  1. Go to Dashboard > Design > Edit HTML.
  2. Find some line with post-body then line-height. It suppose to look something like this:
  3. .post-body {
      line-height: 2;
    }
  4. Change the number to whatever line height you desire.
  5. Save the template.
  6. Check with your post/refresh your blog to see if it goes right.
BUT none of the tutorials I read mentioned about how to find that specified "post-body" line

Thursday, July 18, 2013

WASPADA! XL Pascabayar memanipulasi billing untuk mengambil keuntungan

Berhubung multiplynya dah koit, jd terpaksa nulisnya disini. Maap ya, sekalinya update malah komplenan...
Sebenernya banyak tulisan gw, tapi semuanya masih di Mommiesdaily.com belon sempet dipindah2in. Mampir2 sana yaa...

Komplen ini akhirnya terpaksa gw tulis juga di blog & notes karena pihak XL plin-plan nanggepinnya. Udah sempet beres lho, tapi ndilalah kok ya balik amburadul lagi -_-.

Eengg...sistem billingnya jelek? Sengaja dibikin supaya bisa ambil2 dikit dari selisih2 billing customer? Entahlah...yg pasti di kasus gue, gue gak diinfo perubahan abonemen yg jd makin mahal dan sistem XL pascabayar ngiket langsung tagihan via CC. Seandainya gak sistem debet langsung, gue bisa cuekin aja tuh billing. Sebodo deh mau nomernya diputus kek. Tapi berhubung via CC, customer jd di posisi yg lemah.

Gue ga tau kejadian gini emang banyak di pascabayar semua provider, ato ya cm XL yg pinter kibulin. But if you are an XL post-paid user, be aware and be warned. Always check your billing and make sure you paid what you used or at least what you've told before.

I'm not.
-----------------------------------

Salah satu laporan keluhan atas masalah ini bernomor C14603006/07-05-2013.

Kartu saya diatasnamakan suami karena pernah mengikuti program XL Family sekitar tahun 2008-2009. Sejak tahun 2012 kartu suami sudah berubah menjadi prabayar, tapi kartu saya tetap atas nama suami. Jadi saya kerepotan setiap menanyakan status tagihan atau detil-detil lain, karena tiap-tiap harus minta tolong suami.

Sampai akhir Maret 2013 saya memutuskan untuk mengganti saja ke nama saya. Saya pikir dengan begitu semua jadi lebih mudah.

FYI kartu saya lebih banyak digunakan untuk m-banking dan sms, abonemen/minimal commitment 25rb+10%, dan tagihan per bulan tidak pernah melewati min-comm tersebut.

***
30 Maret 2013
XL Centre Semanggi.
Nama CS tidak tercatat, sebut saja CS X.

+ Saya mengajukan penggantian nama dan perubahan billing menjadi via email.
- CS mengatakan bahwa prosedur penggantian nama sama dengan prosedur pengajuan kartu/nomor pasca bayar baru. 
+ OK saya paham. (Tetapi CS X tidak menjelaskan apa saja yg menjadi prosedur penggantian nama selain yg dinyatakan dalam poin2 berikutnya ini.)
- CS juga menerangkan bahwa sesuai policy, 12 bulan pertama tagihan akan dipotong melalui kartu kredit. 
+ Sebetulnya saya keberatan, tapi tidak ada pilihan. Saya setuju.
- CS tanya apakah limit perlu dirubah nominal (tadinya 550rb) dan fix/fleksibelnya terhadap penggunaan bulanan. 
+ Saya minta dijelaskan detilnya, lalu saya putuskan limit menjadi 200rb dan sifatnya fix.
- CS mengatakan bahwa seluruh tagihan yg berjalan harus diselesaikan secara cash. 
+ Saya bayar.
- Kartu kredit diminta dan digesek. 
+ Tidak dijelaskan untuk apa, dan saya pun lupa kroscek nominalnya dan menanyakan peruntukannya.

Sampai dirumah baru saya pikirkan lagi tadi digesek untuk apa sebesar 50.000,52 karena tagihan berjalan sudah diselesaikan sementara bulan berikutnya belum berjalan, apalagi nilai 50rb tidak sesuai dengan abonemen biasanya.

Saya telpon 817 (lupa nama CS, sebut saja Y), dan mendapat penjelasan bahwa 50rb adalah nilai abonemen/min-comm baru yang saya TIDAK PERNAH DIBERITAHU AKAN BERUBAH. CS 817 juga menginfokan bahwa sesuai policy yg baru NOMINAL TERKECIL untuk min-comm adalah 50rb.
Jika CS X memberitahukan di depan bahwa min-comm akan berubah, maka SAYA MASIH BISA BERUBAH PIKIRAN dan membatalkan pergantian nama.
CS X sengaja tidak memberitahukan supaya saya menerima saja kenaikan min-comm? Mencoba mengakali/MENIPU CUSTOMER untuk MENINGKATKAN REVENUE dari ABONEMEN/MIN-COMM?

***
31 Maret 2013 
XL Centre Semanggi
CS Youngky

+ Saya ajukan keberatan atas perubahan min-comm dan minta dikembalikan seperti semula, 25rb+10%.
- CS mengatakan min-comm tidak bisa dirubah.
+ Saya minta dikembalikan seperti semula, cancel semua proses penggantian nama.
- Tidak bisa juga.
+ Saya minta rubah ke prabayar.
- Harus menunggu 6 bulan.
+ Saya mulai meradang dan jengkel karena toh selama 5 tahun nomor ini saya sendiri yang pakai dan tidak pernah ada masalah seandainya tidak saya proses ganti nama.
+ Saya mengancam akan menulis di media.
- CS berjanji memasukkan laporan dan menanyakan/mengurus ke tim billing, dan memberi kabar esoknya.

***
1 April 2013
Siang, via 817.
CS Youngky.

- CS menginformasikan bahwa ketiga opsi yg saya ajukan (kembalikan min-comm semula/cancel proses penggantian nama/rubah ke prabayar) tidak ada yg bisa dilakukan.
+ Saya kehilangan kesabaran dan minta ditutup saja nomornya, tapi itupun harus menunggu sampai bulan berjalan selesai. Padahal bulan baru saja mulai dan telepon belum terpakai. 

Kronologis tanggal dan waktu yg berikutnya saya tidak ingat detil, berikut kurang lebihnya:

***
2 April, 
Pagi, via 817 (CS Tiara kalau tidak salah).
+ Saya menelpon 817, menjelaskan kronologisnya bahwa saya tidak terima perubahan min-comm karena tidak pernah diinformasikan dan kembali mengancam akan menulis di media.
- CS kembali menjanjikan akan konfirmasi lagi dalam 2x24 jam.
+ Saya menuntut diberi info dalam hari itu juga.
- CS menyanggupi.
- Sore CS memberi kabar bahwa min-comm bisa dirubah tetapi saya harus ke Centre.

Terus terang saya ingin cepat menyelesaikan ini sebelum tanggal keburu berjalan, telepon terpakai, dan billing berlaku karena billing melalui kartu kredit jadi XL bisa seenaknya memotong. Tetapi tidak mudah buat saya untuk setiap kali buru-buru ke kantor XL di hari dan jam kerja karena saya ibu rumah tangga yang tidak bisa mobile dengan mudah.

***
Baru esok atau lusanya kalau tidak salah saya sempat ke Centre Rajawali.
CS Putri.

+ Saya ceritakan kronologisnya dan info terakhir bahwa CS 817 mengatakan bahwa saya bisa mengurus perubahan min-comm melalui centre.
- CS mengatakan min-comm tidak bisa dirubah dan menyatakan bahwa bila CS 817 menginfokan demikian makan CS 817 yg harus bertanggung jawab menanggung perubahan tersebut.
+ Saya tidak mau tahu urusan internal. Tapi saya menekankan bahwa bila memang ada yg harus bertanggung jawab, maka itu adalah CS X di Semanggi yang sejak awal tidak memberikan info yg jelas. Saya kembali memberi 3 opsi, cancel pergantian nama, kembalikan seperti semula/rubah min-comm seperti semula/tutup saja nomornya.
- CS Putri menanyakan kenapa kok nggak dirubah ke prabayar saja ketimbang repot ganti nama?
+ Saya katakan CS X juga TIDAK PERNAH MENAWARKAN OPSI TERSEBUT. Kembali saya tekankan bahwa masalah menjadi rumit karena SAYA TIDAK DIINFO TENTANG PERUBAHAN MIN-COMM.
- CS mengecek detail data nomor saya dan menginformasikan bahwa nominal LIMIT DAN FIXnya TIDAK BERUBAH. HALOOOOO, jadi CS X kerjanya apaa yaa???
- Saya sekaligus mengkonfirmasi nilai nominal min-comm yg benar.
- CS menyatakan nilai minimal min-comm  yg berlaku/sesuai policy saat ini adalah 50rb, tetapi bisa lebih bila customer menghendaki. Sebelumnya nilai minimal memang 25rb, sesuai min-comm kartu pascabayar saya sebelum prosedur ganti nama. 
- CS mengkonfirmasikan komplain saya ke supervisor/billing (?) di ruangan lain.
- CS kembali dan menginfo bahwa min-comm bisa dirubah kembali ke 25rb+10%, dengan catatan bila next time saya merubah nama lagi atau bila nomor sampai hangus maka kelak min-comm akan mengikuti yg berlaku saat itu.
+ Saya setuju dan menanyakan bagaimana dengan 50rb yg sudah digesek ke kartu kredit saya?
- CS menginfo bahwa yg sudah digesek via kartu kredit tersebut akan berlaku sebagai deposit dan digunakan untuk 2 bulan.

Alhamdulilah masalah selesai.

Ternyata TIDAK.

***
7 Mei
via email.

Billing datang dengan detail antara lain:

Tanggal Penagihan 30 Apr 2013
Periode Penagihan 01/04/2013 s/d 30/04/2013
Deposit Rp. 0,00 [bukankah kartu kredit saya sudah digesek 50rb yg katanya jd deposit 2 bulan karena min-comm dirubah kembali jd 25rb+10%?]

Tagihan Sebelumnya Rp. (50.000,52) [tagihan apa? bukannya tagihan bulan sebelumnya sudah dibayar cash sebagai syarat prosedur penggantian nama?]
Sisa Tagihan Rp. (50.000,52)
Lain-Lain
Minimum Commitment Rp. 39.440,00 [bukankah min-comm (sekarang) minimal 50rb dan (dulu) 25rb? Jadi ini nominal apa kok nilainya tidak bulat dan tidak jelas detil darimananya?]

Pemakaian
Domestik Rp. 5.060,00
SMS Domestik Rp. 2.500,00
GPRS Rp. 3.000,00 [ok berarti total pemakaian Rp. 10.560,00]

TOTAL Rp. 50.000,00 [lha terus ini total apaan?]
PPN 10.00% Rp. 5.000,00
Total Tagihan Bulan Ini Rp. 55.000,00
Sisa Tagihan Sebelumnya Rp. (50.000,52)  [tagihan apa? bukannya tagihan bulan sebelumnya sudah dibayar cash sebagai syarat prosedur penggantian nama?]
Jumlah tagihan yang harus dibayar Rp. 4.999,48

Segera setelah membaca billing saya telpon 817 dan CS sama sekali tidak bisa menjelaskan poin-poin yang saya komen dalam kurung dan bold diatas.

Bagi saya sudah banyak poin-poin yang MENUNJUKKAN BAHWA XL PASCABAYAR DENGAN SENGAJA MEMPERSULIT proses/prosedur demi MENDAPATKAN KEUNTUNGAN dari KETIDAKTAHUAN CUSTOMER.

***
8 Mei.
via SMS.

Pemberitahuan tagihan 5.000 via kartu kredit telah terbayar. 
[26 Mei 01:00 telah saya konfirmasi ulang ke Mandiri 14000 bahwa tagihan XL ke kartu kredit saya tertanggal 8 Mei memang Rp 5000, bukan Rp 4.999,48 sesuai yg tertera di billing XLMengambil Rp 0.52 per customer dengan jutaan customer XL Pascabayar, hmm...berapa keuntungan siluman XL dari manipulasi billing seperti ini?].

***
11 Mei.
Centre Semanggi
CS Rizky (kalau tidak salah).

Kebetulan suami perlu kartu baru untuk tablet kantor. Sekalian saya menanyakan tentang billing yang aneh tersebut.
- CS Rizky mendiskusikan billing saya dengan tim billing di Centre Semanggi dan mengkonfirmasi bahwa nominal-nominal yg tersebut dalam billing saya memang tidak jelas dan TIDAK ADA min-comm dengan nilai seperti itu (nilai harusnya bulat dan minimum saat ini adalah 50rb [sesuai dengan info CS Y via 817 tgl 30 Maret dan CS Putri])
- CS menjanjikan memasukkan laporan atas komplain saya tetapi baru akan bisa difollow up Senin berikutnya karena harus konfirmasi dengan pihak Centre Rajawali yang mengklaim telah merubah min-comm kartu saya dan akan dikabari lebih lanjut.
- Saya mengatakan bila sempat akan ke Rajawali juga.

***
4/5 Juni.
Centre Rajawali.
CS Lamhot (kalau tidak salah).

Setelah mengulang penjelasan dari awal (sumpah saya udah bosen) dan menunggu lama CS berdiskusi dengan supervisornya, akhirnya saya mendapat kejelasan bahwa:
- Karena kesalahan ada di pihak XL, maka minimum commitment akan dikembalikan ke 25rb terhitung mulai tagihan Juni.
- Kelebihan pembayaran sebelumnya, akan digunakan untuk membayar tagihan Juli.


***

9 Juni
Billing by email
Pemakaian 01/05/2013 s/d 31/05/2013

Tertera Rp. 27.499,48

Baiklah saya lega masalah selesai.

***

9 Juli
Billing by email

Yak ternyata BELUM SODARA!

Pemakaian 01/06/2013 s/d 30/06/2013

Tertera Rp. 54.999,48.

Jadi bukannya billing saya bulan ini 0 karena sudah terbayar di tagihan pertama, yang ada malah minimum commitment saya balik lagi ke nilai yang SALAH DAN MENJADI SUMBER MASALAH DARI AWAL.

***
Beberapa hari yang lalu saya sudah menelepon CS 817 untuk menanyakan hal ini, dan tidak ada follow up.
Hari ini (18 Juli 2013) saya kembali menelepon 817 dengan CS Nur dan mendapat jawaban bahwa minimum commitment tidak bisa dirubah ke 25rb karena saya melakukan pergantian nama.

WTH! Ini apa-apaan sih kok mengulang lagi dari awal komplainnya??? 

Bukannya saya sudah mendapat konfirmasi bahwa BISA DIRUBAH dan SUDAH DIRUBAH di billing Juni?

Jelas sudah bahwa XL memang keukeuh mau MENGAMBIL KEUNTUNGAN YANG TIDAK PADA TEMPATNYA dari para nasabahnya.

Sesuai janji saya sejak awal, saya menulis kronologis masalah ini di media untuk menjadi informasi dan kewaspadaan customer XL Pascabayar lain. Ternyata menjadi customer yang loyal, 5 tahun, tidak berarti apa-apa bagi XL dan tidak menjadikan keluhan saya direspon dan diproses dengan efektif dan memuaskan. Sungguh TIDAK ADA KEUNTUNGAN sama sekali menjadi customer XL Pascabayar selain:
- kerepotan-kerepotan yang tidak perlu, 
- CS tidak perlu memberi penjelasan lengkap supaya customer "tertipu", 
- diMANIPULASI BILLINGnya supaya customer membayar lebih mahal, dan 
- pengajuan Pascabayar XL dengan kartu kredit supaya XL mudah MENGAMBIL SELISIH (eng..atau mencuri?) dari tagihan yang tidak bulat angkanya. 

Hampir EMPAT BULAN masalah berlarut-larut hanya tentang tuntutan pengembalian nominal min-comm ke nilai semula yang diubah sepihak (karena tidak diinfo terlebih dahulu) oleh XL Pascabayar. Apakah billing XLPascabayar didesain sedemikian rupa sehingga sampai tidak bisa mengubah kembali min-comm ke nilai sebelumnya tetapi malah bisa membulatkan nilai tagihan-tagihan ke atas supaya bisa mengambil keuntungan atas selisih nilai tagihan dan tertagih?


Terima kasih XL Pascabayar.

Monday, April 11, 2011

Smart Patient

Rating:
Category:Books
Genre: Health, Mind & Body
Author:dr. Agnes Tri Harjaningrum
http://agnes.ismailfahmi.org/books/smart-patient.php#book

Malik tergolek lemas. Matanya sayu. Bibirnya pecah-pecah. Wajahnya kian tirus. Di mataku ia berubah seperti anak dua tahun kurang gizi. Biasanya aku selalu mendengar celoteh dan tawanya di pagi hari. Kini tersenyum pun ia tak mau. Sesekali ia muntah. Dan setiap melihatnya muntah, hatiku tergores-gores rasanya. Lambungnya diperas habis-habisan seumpama ampas kelapa yang tak lagi bisa mengeluarkan santan. Pedih sekali melihatnya terkaing-kaing seperti itu.

Waktu itu, belum sebulan aku tinggal di Belanda, dan putraku Malik terkena demam tinggi. Setelah tiga hari tak juga ada perbaikan aku membawanya ke huisart (dokter keluarga) kami, dokter Knol namanya.

"Just wait and see. Don’t forget to drink a lot. Mostly this is a viral infection." kata dokter tua itu.

"Ha? Just wait and see? Apa dia nggak liat anakku dying begitu?" batinku meradang. Ya…ya…aku tahu sih masih sulit untuk menentukan diagnosa pada kasus demam tiga hari tanpa ada gejala lain. Tapi masak sih nggak diapa-apain. Dikasih obat juga enggak! Huh! Dokter Belanda memang keterlaluan! Aku betul-betul menahan kesal.

"Obat penurun panas Dok?" tanyaku lagi.

"Actually that is not necessary if the fever below 40 C."

Waks! Nggak perlu dikasih obat panas? Kalau anakku kenapa-kenapa memangnya dia mau nanggung? Kesalku kian membuncah.

Tapi aku tak ingin ngeyel soal obat penurun panas. Sebetulnya di rumah aku sudah memberi Malik obat penurun panas, tapi aku ingin dokter itu memberi obat jenis lain. Sudah lama kudengar bahwa dokter disini pelit obat. Karena itu aku membawa setumpuk obat-obatan dari Indonesia, termasuk obat penurun panas.

Dua hari kemudian, demam Malik tak kunjung turun dan frekuensi muntahnya juga bertambah. Aku segera kembali ke dokter. Tapi si dokter tetap menyuruhku wait and see. Pemeriksaan laboratorium baru akan dilakukan bila panas anakku menetap hingga hari ke tujuh.

"Anakku ini suka muntah-muntah juga Dok," kataku.

Lalu si dokter menekan-nekan perut anakku. "Apakah dia sudah minum suatu obat?"

Aku mengangguk. "Ibuprofen syrup Dok," jawabku.

Eh tak tahunya mendengar jawabanku, si dokter malah ngomel-ngomel,"Kenapa kamu kasih syrup Ibuprofen? Pantas saja dia muntah-muntah. Ibuprofen itu sebaiknya tidak diberikan untuk anak-anak, karena efeknya bisa mengiritasi lambung. Untuk anak-anak lebih baik beri paracetamol saja."

Huuh! Walaupun dokter itu mengomel sambil tersenyum ramah, tapi aku betul-betul jengkel dibuatnya. Jelek-jelek begini gue lulusan fakultas kedokteran tau! Nah kalau buat anak nggak baik kenapa di Indonesia obat itu bertebaran! Batinku meradang.

Untungnya aku masih bisa menahan diri. Tapi setibanya dirumah, suamiku langsung menjadi korban kekesalanku."Lha wong di Indonesia, dosenku aja ngasih obat penurun panas nggak pake diukur suhunya je. Mau 37 keq, 38 apa 39 derajat keq, tiap ke dokter dan bilang anakku sakit panas, penurun panas ya pasti dikasih. Sirup ibuprofen juga dikasih koq ke anak yang panas, bukan cuma parasetamol. Masa dia bilang ibuprofen nggak baik buat anak!" Seperti rentetan peluru, kicauanku bertubi-tubi keluar dari mulutku.

"Mana Malik nggak dikasih apa-apa pulak, cuma suruh minum parasetamol doang, itu pun kalau suhunya diatas 40 derajat C! Duuh memang keterlaluan Yah dokter Belanda itu!"

Suamiku menimpali, "Lho, kalau Mama punya alasan, kenapa tadi nggak bilang ke dokternya?"

Aku menarik napas panjang. "Hmm…tadi aku sudah kadung bete sama si dokter, rasanya ingin buru-buru pulang saja. Tapi…alasannya apa ya?"

Mendadak aku kebingungan. Aku akui, sewaktu praktek menjadi dokter dulu, aku lebih banyak mencontek apa yang dilakukan senior. Tiga bulan menjadi co-asisten di bagian anak memang membuatku kelimpungan dan belajar banyak hal, tapi hanya secuil-secuil ilmu yang kudapat. Persis seperti orang yang katanya travelling keliling Eropa dalam dua minggu. Menclok sebentar di Paris, lalu dua hari pergi ke Roma. Dua hari di Amsterdam, kemudian tiga hari mengunjungi Vienna. Puas beberapa hari berdiam di Berlin dan Swiss, kemudian waktu habis. Tibalah saatnya pulang lagi ke Indonesia. Tampaknya orang itu sudah keliling Eropa, padahal ia hanya mengunjungi ibukota utama saja. Masih banyak sekali negara dan kota-kota di Eropa yang belum disambanginya. Dan itu lah yang terjadi pada kami, pemuda-pemudi fresh graduate from the oven Fakultas Kedokteran. Malah kadang-kadang apa yang sudah kami pelajari dulu, kasusnya tak pernah kami jumpai dalam praktek sehari-hari. Berharap bisa memberikan resep cespleng seperti dokter-dokter senior, akhirnya kami pun sering mengintip resep ajian senior!

Setelah Malik sembuh, beberapa minggu kemudian, Lala, putri pertamaku ikut-ikutan sakit. Suara Srat..srut..srat srut dari hidungnya bersahut-sahutan. Sesekali wajahnya memerah gelap dan bola matanya seperti mau copot saat batuknya menggila. Kadang hingga bermenit-menit batuknya tak berhenti. Sesak rasanya dadaku setiap kali mendengarnya batuk. Suara uhuk-uhuk itu baru reda jika ia memuntahkan semua isi perut dan kerongkongannya. Duuh Gustiiii…kenapa tidak Kau pindahkan saja rasa sakitnya padaku Nyerii rasanya hatiku melihat rautnya yang seperti itu. Kuberikan obat batuk yang kubawa dari Indonesia pada putriku. Tapi batuknya tak kunjung hilang dan ingusnya masih meler saja. Lima hari kemudian, Lala pun segera kubawa ke huisart. Dan lagi-lagi dokter itu mengecewakan aku.

"Just drink a lot," katanya ringan.

Aduuuh Dook! Tapi anakku tuh matanya sampai kayak mata sapi melotot kalau batuk, batinku kesal.

"Apa nggak perlu dikasih antibiotik Dok?" tanyaku tak puas.

"This is mostly a viral infection, no need for an antibiotik," jawabnya lagi.

Ggrh…gregetan deh rasanya. Lalu ngapain dong aku ke dokter, kalo tiap ke dokter pulang nggak pernah dikasih obat. Paling enggak kasih vitamin keq! omelku dalam hati.

"Lalu Dok, buat batuknya gimana Dok? Batuknya tuh betul-betul terus-terusan," kataku ngeyel.

Dengan santai si dokter pun menjawab,"Ya udah beli aja obat batuk Thyme syrop. Di toko obat juga banyak koq."

Hmm…lumayan lah… kali ini aku pulang dari dokter bisa membawa obat, walau itu pun harus dengan perjuangan ngeyel setengah mati dan walau ternyata isi obat Thyme itu hanya berisi ekstrak daun thyme dan madu.

"Kenapa sih negara ini, katanya negara maju, tapi koq dokternya kayak begini." Aku masih saja sering mengomel soal huisart kami kepada suamiku. Saat itu aku memang belum memiliki waktu untuk berintim-intim dengan internet. Jadi yang ada di kepalaku, cara berobat yang betul adalah seperti di Indonesia. Di Indonesia, anak-anakku punya langganan beberapa dokter spesialis anak. Dokter-dokter ini pernah menjadi dosenku ketika aku kuliah. Maklum, walaupun aku lulusan fakultas kedokteran, tapi aku malah tidak pede mengobati anakanakku sendiri. Dan walaupun anak-anakku hanya menderita penyakit sehari-hari yang umum terjadi pada anak seperti demam, batuk pilek, mencret, aku tetap membawa mereka ke dokter anak. Meski baru sehari, dua atau tiga hari mereka sakit, buru-buru mereka kubawa ke dokter. Tak pernah aku pulang tanpa obat. Dan tentu saja obat dewa itu, sang antibiotik, selalu ada dalam kantong plastik obatku.

Tak lama berselang putriku memang sembuh. Tapi sebulan kemudian ia sakit lagi. Batuk pilek putriku kali ini termasuk ringan, tapi hampir dua bulan sekali ia sakit. Dua bulan sekali memang lebih mendingan karena di Indonesia dulu, hampir tiap dua minggu ia sakit. Karena khawatir ada yang tak beres, lagi-lagi aku membawanya ke huisart.

"Dok anak ini koq sakit batuk pilek melulu ya, kenapa ya Dok."

Setelah mendengarkan dada putriku dengan stetoskop, melihat tonsilnya, dan lubang hidungnya,huisart-ku menjawab,"Nothing to worry. Just a viral infection."

Aduuuh Doook… apa nggak ada kata-kata lain selain viral infection seh! Lagilagi aku sebal.

"Tapi Dok, dia sering banget sakit, hampir tiap sebulan atau dua bulan Dok," aku ngeyel seperti biasa.

Dokter tua yang sebetulnya baik dan ramah itu tersenyum. "Do you know how many times normally children get sick every year?"

Aku terdiam. Tak tahu harus menjawab apa. "enam kali," jawabku asal.

"Twelve time in a year, researcher said," katanya sambil tersenyum lebar. "Sebetulnya kamu tak perlu ke dokter kalau penyakit anakmu tak terlalu berat," sambungnya.

Glek! Aku cuma bisa menelan ludah. Dijawab dengan data-data ilmiah seperti itu, kali ini aku pulang ke rumah dengan perasaan malu. Hmm…apa aku yang salah? Dimana salahnya? Ah sudahlah…barangkali si dokter benar, barangkali memang aku yang selama ini kurang belajar.

Setelah aku bisa beradaptasi dengan kehidupan di negara Belanda, aku mulai berinteraksi dengan internet. Suatu saat aku menemukan artikel milik Prof. Iwan Darmansjah, seorang ahli obat-obatan dari Fakultas Kedokteran UI. Bunyinya begini: "Batuk - pilek beserta demam yang terjadi sekali-kali dalam 6 - 12 bulan sebenarnya masih dinilai wajar. Tetapi observasi menunjukkan bahwa kunjungan ke dokter bisa terjadi setiap 2 - 3 minggu selama bertahun-tahun." Wah persis seperti yang dikatakan huisartku, batinku. Dan betul anak-anakku memang sering sekali sakit sewaktu di Indonesia dulu.

"Bila ini yang terjadi, maka ada dua kemungkinan kesalahkaprahan dalam penanganannya," Lanjut artikel itu. "Pertama, pengobatan yang diberikan selalu mengandung antibiotik. Padahal 95% serangan batuk pilek dengan atau tanpa demam disebabkan oleh virus, dan antibiotik tidak dapat membunuh virus. Di lain pihak, antibiotik malah membunuh kuman baik dalam tubuh, yang berfungsi menjaga keseimbangan dan menghindarkan kuman jahat menyerang tubuh. Ia juga mengurangi imunitas si anak, sehingga daya tahannya menurun. Akibatnya anak jatuh sakit setiap 2 - 3 minggu dan perlu berobat lagi.

Lingkaran setan ini: sakit –> antibiotik-> imunitas menurun -> sakit lagi, akan membuat si anak diganggu panas-batuk-pilek sepanjang tahun, selama bertahun-tahun."

Hwaaaa! Rupanya ini lah yang selama ini terjadi pada anakku. Duuh…duuh..kemana saja aku selama ini sehingga tak menyadari kesalahan yang kubuat sendiri pada anak-anakku. Eh..sebetulnya..bukan salahku dong. Aku kan sudah membawa mereka ke dokter
spesialis anak. Sekali lagi, mereka itu dosenku lho! Masa sih aku tak percaya kepada mereka. Dan rupanya, setelah di Belanda 'dipaksa' tak lagi pernah mendapat antibiotik untuk penyakit khas anak-anak sehari-hari, sekarang kondisi anak-anakku jauh lebih baik. Disini, mereka jadi jarang sakit, hanya diawal-awal kedatangan saja mereka sakit.

Kemudian, aku membaca lagi artikel-artikel lain milik prof Iwan Darmansjah. Dan di suatu titik, aku tercenung mengingat kata-kata 'pengobatan rasional'. Lho…bukankah dulu aku juga pernah mendapatkan kuliah tentang apa itu pengobatan rasional. Hey! Lalu kemana perginya ingatan itu? Jadi, apa yang selama ini kulakukan, tidak meneliti baik-baik obat yang kuberikan pada anak-anakku, sedikit-sedikit memberi obat penurun panas, sedikit-sedikit memberi antibiotik, baru sehari atau dua hari anak mengalami sakit ringan seperti, batuk, pilek, demam, mencret, aku sudah panik dan segera membawa anak ke dokter, serta sedikit-sedikit memberi vitamin. Rupanya adalah tindakan yang sama sekali tidak rasional! Hmm... kalau begitu, sistem kesehatan di Belanda adalah sebuah contoh sistem yang menerapkan betul apa itu pengobatan rasional.

Belakangan aku pun baru mengetahui bahwa ibuprofen memang lebih efektif menurunkan demam pada anak, sehingga di banyak negara termasuk Amerika Serikat, ibuprofen dipakai secara luas untuk anakanak. Tetapi karena resiko efek sampingnya lebih besar, Belgia dan Belanda menetapkan kebijakan lain. Walaupun obat ibuprofen juga tersedia di apotek dan boleh digunakan untuk usia anak diatas 6 bulan, namun di kedua negara ini, parasetamol tetap dinyatakan sebagai obat pilihan pertama pada anak yang mengalami demam. "Duh, untung ya Yah aku nggak bilang ke huisart kita kalo aku ini di Indonesia adalah seorang dokter. Kalo iya malu-maluin banget nggak sih, ketauan begonya hehe," kataku pada suamiku.

Jadi, bagaimana dengan para orangtua di Indonesia? Aku tak ingin berbicara terlalu jauh soal mereka-mereka yang tinggal di desa atau orang-orang yang terpinggirkan, ceritanya bisa lain. Karena kekurangan dan ketidakmampuan, untuk kasus penyakit anak sehari-hari, orang-orang desa itu malah relatif 'terlindungi' dari paparan obat-obatan yang tak perlu. Sementara kita yang tinggal di kota besar, yang cukup berduit, sudah melek sekolah, internet dan pengetahuan, malah kebanyakan selalu dokter-minded dan gampang dijadikan sasaran oleh perusahaan obat dan media. Batuk pilek sedikit ke dokter, demam sedikit ke dokter, mencret sedikit ke dokter. Kalau pergi ke dokter lalu tak diberi obat, biasanya kita malah ngomel-ngomel, 'memaksa' agar si dokter memberikan obat. Iklan-iklan obat pun bertebaran di media, bahkan tak jarang dokter-dokter 'menjual' obat tertentu melalui media. Padahal mestinya dokter dilarang mengiklankan suatu produk obat.

Dan bagaimana pula dengan teman-teman sejawatku dan dosen-dosenku yang kerap memberikan antibiotik dan obat-obatan yang tidak perlu pada pasien batuk, pilek, demam, mencret? Malah aku sendiri dulu pun melakukannya karena nyontek senior. Apakah manfaatnya lebih besar dibandingkan resikonya? Tentu saja tidak. Biaya pengobatan membengkak, anak malah gampang sakit dan
terpapar obat yang tak perlu. Belum lagi bahaya besar jelas mengancam seluruh umat manusia: superbug, resitensi antibiotik! Tapi mengapa semua itu terjadi?

Duuh Tuhan, aku tahu sesungguhnya Engkau tak menyukai sesuatu yang sia-sia dan tak ada manfaatnya. Namun selama ini aku telah alpa. Sebagai orangtua, bahkan aku sendiri yang mengaku lulusan fakultas kedokteran ini, telah terlena dan tak menyadari semuanya. Aku tak akan eling kalau aku tidak menyaksikan sendiri dan tidak tinggal di negeri kompeni ini. Apalagi dengan masyarakat awam, para orangtua baru yang memiliki anak-anak kecil itu. Jadi bagaimana mengurai keruwetan ini seharusnya? Uh! Memikirkannya aku seperti terperosok ke lubang raksasa hitam. Aku tak tahu, sungguh!

Tapi yang pasti kini aku sadar…telah terjadi kesalahan paradigma pada kebanyakan kita di Indonesia dalam menghadapi anak sakit. Disini aku sering pulang dari dokter tanpa membawa obat. Aku ke dokter biasanya 'hanya' untuk konsultasi, memastikan diagnosa penyakit anakku dan penanganan terbaiknya, serta meyakinkan diriku bahwa anakku baik-baik saja. Tapi di Indonesia, bukankah paradigma yang masih kerap dipegang adalah ke dokter = dapat obat? Sehingga tak jarang dokter malah tidak bisa bertindak rasional karena tuntutan pasien. Aku juga sadar sistem kesehatan di Indonesia memang masih ruwet. Kebijakan obat nasional belum berpihak pada rakyat. Perusahaan obat bebas beraksi‘ tanpa ada peraturan dan hukum yang tegas dari pemerintah. Dokter pun bebas meresepkan obat apa saja tanpa ngeri mendapat sangsi. Intinya, sistem kesehatan yang ada di Indonesia saat ini membuat dokter menjadi sulit untuk bersikap rasional.

Lalu dimana ujung pangkal salahnya? Ah rasanya percuma mencari-cari ujung pangkal salahnya. Menunjuk siapa yang salah pun tak ada gunanya. Tapi kondisi tersebut jelas tak bisa dibiarkan. Siapa yang harus memulai perubahan? Pemerintah, dokter, petugas kesehatan, perusahaan obat, tentu semua harus berubah. Namun, dalam kondisi seperti ini, mengharapkan perubahan kebijakan pemerintah dalam waktu dekat sungguh seperti pungguk merindukan bulan. Yang pasti, sebagai pasien kita pun tak bisa tinggal diam. Siapa bilang pasien tak punya kekuatan untuk merubah sistem kesehatan? Setidaknya, bila pasien 'bergerak', masalah kesehatan di Indonesia, utamanya kejadian pemakaian obat yang tidak rasional dan kesalahan medis tentu bisa diturunkan.

Tuesday, October 27, 2009

Weton Kami

WETON

Senin - (4)
Selasa - (3)
Rabo - (7)
Kamis - (8)
Jum’at - (6)
Sabtu - (9)
Minggu - (5)

Legi - (5)
Paing - (9)
Pon - (7)
Wage - (4)
Kliwon - (8)

AYAH
15, jumat pahing (6+9)

Jumat Pahing

    Pada dasarnya, anda adalah pembicara yang menyenangkan dengan cita-cita tinggi dan hati yang jujur. Apalah artinya jika anda bersikap sedikit boros! Anda bakal memperoleh banyak poin dari mereka yang ingin melihat anda berhasil -- bahkan jika anda tidak selalu memanjakan mereka. Anda kelihatan begitu mudah dimanfaatkan sehingga orang tidak akan menyangka bahwa anda akan mampu bersikap gigih (baca: keras kepala?) atau menduga betapa ganasnya anda bila sedang mengalami hari yang menjengkelkan!

MAMA

16, Rabu Pahing (7+9)

Rabu Pahing

    Orang-orang ini suka mempertimbangkan segala sesuatu sebelum melakukan suatu tindakan. Mereka akan merenungkan segala kemungkinan hingga puas terhadap hasil yang dapat dicapai. Kelompok ini mungkin terlihat cukup santai, tetapi jangan terkecoh! Mungkin dikarenakan sedikit rasa kurang percaya diri yang membuat mereka bersikap angkuh. Namun, tidak dapat dipungkiri banyak peramal Jawa juga mengatakan bahwa mereka memang tidak suka berbagi dengan yang lain. Kewaspadaan mereka mungkin terlihat berlebihan saat rasa curiga mereka timbul. Orang-orang ini sangat perlu belajar untuk bersikap lebih santai dan menurunkan pertahanan mereka. Untungnya mereka memiliki prinsip untuk tidak mencampuri urusan orang lain.

Darris

minggu pon, 12 (5+7)

Minggu Pon

    Anda termasuk tipe yang sensitif. Mungkin karena takut disakiti, anda selalu melindungi perasaan anda. Hati dan pikiran anda mungkin cukup dalam, tetapi terkadang orang lain menganggap anda tertutup. Barangkali anda telah mengembangkan penilaian yang tajam terhadap baik-buruknya watak manusia. Dengan bakat ini, anda dapat menjadi seorang diplomat yang piawai -- atau malahan seorang manipulator yang licik! Yang jelas, anda selalu berusaha terlihat baik didepan teman-teman anda. Walaupun anda mungkin saja mengambil cara yang tidak langsung atau menunggu saat yang tepat, tetapi lama-lama anda pasti merebut kesempatan untuk memamerkan kelebihan anda, entah dari segi material ataupun intelektual.

Dellynn

Sabtu Kliwon, 17 (9+8)

30. Sabtu Kliwon

    Justru orang seperti ini yang anda perlukan di pesta anda berikutnya, karena mereka begitu ramah, sopan, dan mudah terkesan, sehingga mereka dengan mudah membuat orang lain merasa betah di rumah anda. Mereka juga pintar mengucapkan kata-kata yang menyenangkan. Bahkan, mereka yang terlahir pada hari Sabtu Kliwon termasuk salah satu kalangan yang memiliki bakat alamiah dalam berbicara dan menulis jika mereka memilihnya sebagai pekerjaan. Mereka cenderung memperlakukan semua orang dengan baik, bahkan musuh mereka sendiri! Mereka tidak dikenal sebagai orang tegar yang berpegang pada pendiriannya. Akan sangat berguna jika mereka mau mengembangkan sedikit keberanian dan ketegasan, karena kelompok ini cenderung sangat mudah menyerah pada rintangan pertama. Mereka biasanya memperhitungkan dengan cermat segala tindakan yang akan mereka ambil. Dengan demikian muncullah pertanyaan: mengapa mereka sangat mudah terkecoh oleh penampilan seseorang atau sesuatu? Mereka adalah pelanggan impian para pedagang.


Devante

Sabtu Pon, 16 (9+7)

23. Sabtu Pon

    Anda memiliki ego yang besar dan selalu ingin menjadi penguasa di dalam lingkungan anda. Meskipun demikian, anda bukanlah tipe orang yang sulit: bila seseorang mengecewakan anda, anda akan memaafkan dan melupakannya dengan cukup mudah -- asalkan mereka mengakui kesalahannya dan memohon maaf di kaki anda! Anda suka membayangkan diri sebagai orang yang kaya dan terkenal. Hal ini tidak berarti secara otomatis anda materialistis. Namun, jika para peramal Jawa dapat dipercaya, anda memang menikmati suasana yang mewah dan tidak sungkan memperlihatkan kelebihan anda dalam hal materi. Mungkin hal ini berhubungan dengan masa kecil yang kurang bahagia dari segi emosional atau ekonomi. Semoga saja anda tidak terlalu pelit untuk membagi keberuntungan dengan teman-teman anda. Ingatlah bahwa mereka yang banyak memberi akan banyak menerima pula!



Dendra

Rabu Wage, 11 (7 + 4)

34. Rabu Wage

Secara umum, mereka yang lahir pada hari Rabu Wage bersifat baik hati dan ramah. Meskipun terkadang kata-kata mereka agak keras, mereka biasanya mudah bergaul dengan orang lain serta menjunjung tinggi kejujuran dan niat baik. Mereka suka menimbang pilihan mereka dengan cermat sebelum melaksanakannya, dan dalam hal ini mereka memiliki cukup banyak kebijaksanaan. Bisa saja mereka suka menikmati barang-barang dan pelayanan yang mewah, tetapi mereka bukan tipe pemboros. Mereka sangat menghargai uang mereka, dan terkadang beberapa dari mereka dapat bersikap sangat irit.



sumber:
http://www.indospiritual.com/index.php?p=59
http://riboel.multiply.com/journal/item/4