Monday, February 16, 2009

Hukum Islam Tentang Donor ASI

(sumber saya dari milis sehat)

Dear Pak Untung,

Insya Allah sudah dipertimbangkan dg dalam. Sebelum melakukan apapun biasanya saya mengkonfrimasi ke ahlinya. Dan informasi yg saya dapat bahwa tidak semudah itu hukum saudara sepersusuan dijatuhkan. Ada persyaratan sendiri utk menjadi saudara  sepersusuan, spt :

- menyusui langsung (bukan minum ASI peras),
- dilakukan selama 5 hari berturut-turut,
- anak berusia dibawah 2 tahun, 
- dan si bayi tidak minum apapun kecuali asi (eksklusif).

Dan semua syarat itu harus ada. Komplit. Gak hanay separuh2 saja. Jika ya terpenuhi semua, baru jatuh hukum saudara sepersusuan atau muhrim.

Referensi tsb dijelaskan detail oleh Yusuf Qardawi di bukunya Fatwa-Fatwa Kontemporer. Insya Allah shahih.

Jadi kalo memberikan ASI peras bahkan menyusui sekali kepada seorg anak gak akan membuat ia menjadi muhrim utk anak kita.

Saya posting artikel dari fatwa tsb.

Tapi sekali lagi ini masalah keyakinan. Semua kembali ke kita masing ya pak. Kita jalankan yg yakin menurut kita. Mohon maaf bagi yg non muslim jika bahasan ini membahas soal agama. Karena kondisi ini masih related dg kesehatan dan berulang kali ditanyakan, maka rasanay perlu dishare kemabli agar tidak menimbulkan kebingungan.

Maaf jika tidak berkenan
Luluk

-------------------------------------

(Bagian 1/2, 2/2)
Fatwa-fatwa Kontemporer
Dr. Yusuf Qardhawi
Gema Insani Press


BANK SUSU (1/2)
Dr. Yusuf Qardhawi

Pertanyaan

Anak yang lahir prematur harus memerlukan perawatan tersendiri dalam suatu jangka waktu yang kadang-kadang lama, sehingga air susu ibunya melimpah-limpah.

Kemudian si anak mengalami kemajuan sedikit demi sedikit meski masih disebut rawan, tetapi ia sudah dibolehkan untuk minum air susu. Sudah dimaklumi bahwa air susu yang dapat menjalin hubungan nasab dan paling dapat menjadikan jalinan kasih sayang (kekeluargaan) adalah air susu manusia (ibu).

Beberapa yayasan berusaha menghimpun susu ibu-ibu yang sedang menyusui agar bermurah hati memberikan sebagian air susunya. Kemudian susu itu dikumpulkan dan disterilkan untuk diberikan kepada bayi-bayi prematur pada tahap kehidupan yang rawan ini, yang kadang-kadang dapat membahayakannya bila diberi susu selain air susu ibu (ASI).

Sudah barang tentu yayasan tersebut menghimpun air susu dari puluhan bahkan ratusan kaum ibu, kemudian diberikan kepada berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus bayi prematur, laki-laki dan perempuan ... tanpa saling mengetahui dengan jelas susu siapa dan dikonsumsi siapa, baik pada masa sekarang maupun masa mendatang. Hanya saja, penyusuan ini tidak terjadi secara langsung, yakni tidak langsung menghisap dari tetek.

Maka, apakah oleh syara' mereka ini dinilai sebagai saudara? 
Dan haramkah susu dari bank susu itu meskipun ia turut andil dalam menghidupi sekian banyak jiwa anak manusia?

Jika mubah dan halal, maka apakah alasan yang memperbolehkannya? Apakah Ustadz memandang karena tidak menetek secara langsung? Atau karena ketidakmungkinan memperkenalkan saudara-saudara sesusuan --yang jumlah mereka sangat sedikit-- dalam suatu masyarakat yang kompleks, artinya jumlah sedikit yang sudah membaur itu tidak mungkin dilacak atau diidentifikasi?

Jawaban

Segala puji kepunyaan Allah. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah. Wa ba'du.

Tidak diragukan lagi bahwa tujuan diadakannya bank air susu ibu sebagaimana dipaparkan dalam pertanyaan adalah tujuan yang baik dan mulia, yang didukung oleh Islam, untuk  memberikan pertolongan kepada semua yang lemah, apa pun sebab kelemahannya. 
Lebih-lebih bila yang bersangkutan adalah bayi yang lahir prematur yang tidak mempunyai daya dan kekuatan.

Tidak disangsikan lagi bahwa perempuan yang menyumbangkan sebagian air susunya untuk makanan golongan anak-anak lemah ini akan mendapatkan pahala dari Allah, dan terpuji di sisi manusia. Bahkan air susunya itu boleh dibeli darinya, jika ia tak berkenan menyumbangkannya, sebagaimana ia diperbolehkan mencari upah dengan menyusui anak orang lain, sebagaimana nash 

Al-Qur'an serta contoh riil kaum muslim.

Juga tidak diragukan bahwa yayasan yang bergerak dalam bidang pengumpulan "air susu" itu --yang mensterilkan serta memeliharanya agar dapat dikonsumsi oleh bayi-bayi atau anak-anak sebagaimana yang digambarkan penanya-- patut mendapatkan ucapan terima kasih dan mudah-mudahan memperoleh pahala.

Lalu, apa gerangan yang dikhawatirkan dibalik kegiatan yang mulia ini?

Yang dikhawatirkan ialah bahwa anak yang disusui (dengan air susu ibu) itu kelak akan menjadi besar dengan izin Allah, dan akan menjadi seorang remaja di tengah-tengah masyarakat, yang suatu ketika hendak menikah dengan salah seorang dari putri-putri bank susu itu. Ini yang dikhawatirkan, bahwa wanita tersebut adalah saudaranya sesusuan. Sementara itu dia tidak mengetahuinya karena memang tidak pernah tahu siapa saja yang menyusu bersamanya dari air susu yang ditampung itu. Lebih dari itu, dia tidak tahu siapa saja perempuan yang turut serta menyumbangkan ASI-nya kepada bank susu tersebut, yang sudah tentu menjadi ibu susuannya. Maka haram bagi ibu itu menikah dengannya dan haram pula ia menikah dengan putri-putri ibu tersebut, baik putri itu sebagai anak kandung (nasab) maupun anak susuan. Demikian pula diharamkan bagi pemuda itu menikah dengan saudara-saudara perempuan ibu tersebut, karena mereka sebagai bibi-bibinya. Diharamkan pula baginya menikah dengan putri dari suami ibu susuannya itu dalam perkawinannya dengan wanita lain --menurut pendapat jumhur fuqaha-- karena mereka adalah saudara-saudaranya dari jurusan ayah ... serta masih banyak masalah dan hukum lain berkenaan dengan susuan ini.

Oleh karena itu, saya harus membagi masalah ini menjadi beberapa poin, sehingga hukumnya menjadi jelas.

Pertama, menjelaskan pengertian radha' (penyusuan) yang menjadi acuan syara' untuk menetapkan pengharaman. 

Kedua, menjelaskan kadar susuan yang menjadikan haramnya perkawinan.

Ketiga, menjelaskan hukum meragukan susuan.

Pengertian Radhn' (Penyusuan)

Makna radha' (penyusuan) yang menjadi acuan syara' dalam menetapkan pengharaman (perkawinan), menurut jumhur fuqaha -termasuk tiga orang imam mazhab, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi'i-- ialah segala sesuatu yang sampai ke perut bayi melalui kerongkongan atau lainnya, dengan cara menghisap atau lainnya, seperti dengan al-wajur (yaitu menuangkan air susu lewat mulut ke kerongkongan), bahkan mereka samakan pula dengan jalan as-sa'uth yaitu menuangkan air susu ke hidung (lantas ke kerongkongan), dan ada pula yang berlebihan dengan menyamakannya dengan suntikan lewat dubur (anus).

Tetapi semua itu ditentang oleh Imam al-Laits bin Sa'ad, yang hidup sezaman dengan Imam Malik dan sebanding (ilmunya) dengan beliau. Begitu pula golongan Zhahiriyah dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad.

Al-Allamah Ibnu Qudamah menyebutkan dua riwayat dari Imam Ahmad mengenai wajur dan sa'uth.

Riwayat pertama, lebih dikenal sebagai riwayat dari Imam Ahmad dan sesuai dengan pendapat jumhur ulama: bahwa pengharaman itu terjadi melalui keduanya (yakni dengan memasukkan susu ke dalam perut baik lewat mulut maupun lewat hidung). Adapun yang melalui mulut (wajur), karena hal ini menumbuhkan daging dan membentuk tulang, maka sama saja dengan menyusu. Sedangkan lewat hidung (sa'uth), karena merupakan jalan yang dapat membatalkan puasa, maka ia juga menjadi jalan terjadinya pengharaman (perkawinan) karena susuan, sebagaimana halnya melalui mulut. 

Riwayat kedua, bahwa hal ini tidak menyebabkan haramnya perkawinan, karena kedua cara ini bukan penyusuan. Disebutkan di dalam al-Mughni "Ini adalah pendapat yang dipilih Abu Bakar, mazhab Daud, dan perkataan Atha' al-Khurasani mengenai sa'uth, karena yang demikian ini bukan penyusuan, sedangkan Allah dan Rasul-Nya hanya mengharamkan (perkawinan) karena penyusuan. Karena memasukkan susu lewat hidung bukan penyusuan (menghisap puting susu), maka ia sama saja dengan memasukkan susu melalui luka pada tubuh."

Sementara itu, pengarang al-Mughni sendiri menguatkan riwayat yang pertama berdasarkan hadits Ibnu Mas'ud yang diriwayatkan oleh Abu Daud:

"Tidak ada penyusuan1 kecuali yang membesarkan tulang dan menumbuhkan daging"

Hadits yang dijadikan hujjah oleh pengarang kitab al-Mughni ini sebenarnya tidak dapat dijadikan hujjah untuknya, bahkan kalau direnungkan justru menjadi hujjah untuk menyanggah pendapatnya. Sebab hadits ini membicarakan penyusuan yang mengharamkan perkawinan, yaitu yang mempunyai pengaruh (bekas) dalam pembentukan anak dengan membesarkan tulang dan menumbuhkan dagingnya. Hal ini menafikan (tidak memperhitungkan) penyusuan yang sedikit, yang tidak mempengaruhi pembentukan anak, seperti sekali atau dua kali isapan, karena yang demikian itu tidak mungkin mengembangkan tulang dan menumbuhkan daging. Maka hadits itu hanya menetapkan pengharaman (perkawinan) karena penyusuan yang mengembangkan tulang dan menumbuhkan daging. Oleh karena itu, pertama-tama harus ada penyusuan sebelum segala sesuatunya (yakni penyusuan itu merupakan faktor yang utama dan dominan; Penj.).

Selanjutnya pengarang al-Mughni berkata, "Karena dengan cara ini air susu dapat sampai ke tempat yang sama --jika dilakukan melalui penyusuan-- serta dapat mengembangkan tulang dan menumbuhkan daging sebagaimana melalui penyusuan, maka hal itu wajib disamakan dengan penyusuan dalam mengharamkan (perkawinan). Karena hal itu juga merupakan jalan yang membatalkan puasa bagi orang yang berpuasa, maka ia juga merupakan jalan untuk mengharamkan perkawinan sebagaimana halnya penyusuan dengan mulut."

Saya mengomentari pengarang kitab al-Mughni rahimahullah, "Kalau 'illat-nya adalah karena mengembangkan tulang dan menumbuhkan daging dengan cara apa pun, maka wajib kita katakan sekarang bahwa mentransfusikan darah seorang wanita kepada seorang anak menjadikan wanita tersebut haram kawin dengan anak itu, sebab transfusi lewat pembuluh darah ini lebih cepat dan lebih kuat pengaruhnya daripada susu. Tetapi hukum-hukum agama tidaklah dapat dipastikan dengan dugaan-dugaan, karena persangkaan adalah sedusta-dusta perkataan, dan persangkaan tidak berguna sedikit pun untuk mencapai kebenaran."

Menurut pendapat saya, asy-Syari' (Pembuat syariat) menjadikan asas pengharamnya itu pada "keibuan yang menyusukan" sebagaimana firman Allah ketika menerangkan wanita-wanita yang diharamkan mengawininya:

"... dan ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara perempuanmu sepersusuan ..." (an-Nisa': 23)

Adapun "keibuan" yang ditegaskan Al-Qur'an itu tidak terbentuk semata-mata karena diambilkan air susunya, tetapi karena menghisap teteknya dan selalu lekat padanya sehingga melahirkan kasih sayang si ibu dan ketergantungan si anak. Dari keibuan ini maka muncullah persaudaraan sepersusuan. Jadi, keibuan ini merupakan asal (pokok), sedangkan yang lain itu mengikutinya.

Dengan demikian, kita wajib berhenti pada lafal-lafal yang dipergunakan Syari' di sini. Sedangkan lafal-lafal yang dipergunakanNya itu seluruhnya membicarakan irdha' dan radha'ah (penyusuan), dan makna lafal ini menurut bahasa Al-Qur'an dan As-Sunnah sangat jelas dan terang, yaitu memasukkan tetek ke mulut dan menghisapnya, bukan sekadar memberi minum susu dengan cara apa pun.

Saya kagum terhadap pandangan Ibnu Hazm mengenai hal ini. Beliau berhenti pada petunjuk nash dan tidak melampaui batas-batasnya, sehingga mengenai sasaran, dan menurut pendapat saya, sesuai dengan kebenaran.

6 comments:

yahoo said...

menurut saya. . .

sebenarnya tjuan diadakannya bank ASI atau donor ASI seama ini adalah baik dan mlia.. .

Akan tetapi lebih baik lagi jika dalam pengumpulan atau pengelompokan itu setidanya ada identitas yang diberikan atau dicantumkan dan di sampakan pada penerima dar donor ASI tersebut sehingga minimalnya mereka tahu siapa yang mendonorkan ASI yang ia dapat. . .

Dan sebaiknya dberikan suatu pengarahan kepada setiap peneima dan pendonor tentang donor ASI tersebut ,,,

Sehingga mereka tidak akan salah kaprah. . .

Unknown said...

iya, donor ASI biasanya tidak anonim kok :)
bahkan dari pihak yg membutuhkan donor bisa request tertentu seperti misalnya yg bayinya segender atau seagama.

semoga memberi pencerahan :)

Lintang said...

mba kirana, aku co-paste artikel ttg donor asinya ya..

Unknown said...

lintang, monggo...
kalo bisa dilink back kesini dan sumber2 yg saya tulis tetep ada ya..
makasi :)

Sita...sebuah imaji said...

bu kirana,
membaca link ibu hati saya langsung adem. karena ada keinginan saya untuk mencari donor asi untuk bayi saya. hal ini disebabkan karena ketidakcukupan saya menyetok asi. saya sudah campur sufor 3 bulan ini dan merasa menyesal. hanya verifikasi ya bu, jd kalau saya mengambil donor asi, seagama dan segender, tidak akan menjadi saudara sepersusuan kan ya, dengan anak itu sendiri, saudar2nya ataupun ibunya yah bu? karena saya sering mendapati ketidak tahuan pernikahan saudara, turunannya kasihan sekali. mohon konfirmasi dari ibu...saya nanti sekali. terima kasih. salam

Unknown said...

Mbak Sita,
Klo berdasarkan pendapat yg ini sih selama minum asinya ngga langsung dr ibu perah, insyaAllah ngga jatuh saudara sepersusuan ya. Karena selain kecukupan secara jumlah ASI, ada unsur bonding/kelekatan emosi jg dalam menyusui kan :)

Utk efek dlm perkawinan dan keturunan, harusnya beda ya sama yg secara genetis memang satu garis keturunan.

Semoga bisa jd alternatif masalah mbak ya. Oiya, sudah coba tips2 yg bikin ASI makin banyak berproduksi?
Klo boleh tau apa yg bikin produksinya berkurang?